RS UNS – Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) kembali menyelenggarakan program edukatif “Dialog Sehat” yang kali ini mengangkat tema penting dan relevan: “Kenali CAPD: Cuci Darah Mandiri di Rumah”. Dialog sehat ini disiarkan secara langsung di kanal Instagram dan YouTube Rumah Sakit UNS pada Selasa, 15 Juli 2025 pukul 13.30 WIB. Acara ini bertujuan untuk mengedukasi kepada masyarakat mengenai cuci darah mandiri di rumah untuk penderita gagal ginjal.
Dialog Sehat ini dipandu oleh Dokter RS UNS, dr. Evi Liliek Wulandari, Sp.PD, M.Kes, FINASIM, sebagai host dengan menghadirkan narasumber yakni Dr. dr. Wachid Putranto, Sp.PD-KGH, FINASIM, seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi RS UNS, yang akan membahas secara mendalam mengenai Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) sebuah metode cuci darah lewat perut yang bisa dilakukan secara mandiri oleh pasien di rumah. Bagi penderita penyakit gagal ginjal seringkali masih bertanya apa itu CAPD? Bagaimana cara melakukan CAPD? Apakah aman untuk dilakukan di rumah sendiri? Bagaimana jika terjadi infeksi? Bagaimana jika melakukan sendiri justru akan memperparah penyakit mereka?
CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) merupakan metode cuci darah yang menggunakan cairan dan menggunakan peritoneum sebagai ginjal buatannya. Mungkin beberapa orang awam sedikit asing dengan CAPD. Mereka lebih sering mendengarnya dengan HD (Hemodialisis).
Kriteria Pasien Gagal Ginjal untuk Melakukan CAPD
Dr. dr. Wachid menjelaskan bahwa CAPD itu sama dengan HD, jadi bisa kita gunakan untuk semua pasien yang menderita gagal ginjal. Dulu memang CAPD hanya dapat digunakan pada usia muda saja, tapi sekarang kriteria itu sudah mengalami perluasan sehingga pada semua usia bisa dilakukan dan risiko saat melaksanakan dialisis pergantian cairan pada CAPD lebih smooth dibandingkan dengan HD. Kriteria antara CAPD dan HD bisa dilakukan pada semua pasien yang memang memiliki indikasi untuk dilakukan terapi pengganti ginjal.
“Memang yang diutamakan itu adalah penglihatannya masih bagus, motoriknya masih bagus karena di istilah kita kan CAPD itu dialisis mandiri, bisa dilakukan sendiri, jadi kalau penglihatannya bagus, motoriknya bagus maka bisa mengganti cairan sendiri dan tidak memerlukan bantuan orang lain. Jadi diutamakan penglihatannya bagus, gerakan tangan motoriknya bila melaksanakan sendiri. Jadi kalau di rumah sendirian, anggota keluarga yang lain pergi tetap bisa mengganti cairan sendiri,” tutur Dr. dr. Wachid.
Kelebihan CAPD
Dr. dr. Wachid menjelaskan mengenai beberapa kelebihan CAPD dibandingkan hemodialisis diantaranya yaitu pada pada hemodialisis dilakukan tusukan, sedangkan pada CAPD ini tidak dilakukan tusukan, hanya satu kali saja dilakukan operasi pemasangan selang kateter. Jadi selang itu mirip selang infus tapi lebih besar dan memang desainnya khusus dan pemasangannya melalui satu operasi, bukan operasi besar. Setelah selang terpasang didiamkan selama 6 jam nanti dikeluarkan, jadi tidak ada penusukan, nanti pergantian cairan lewat selang itu seperti ganti cairan infus saja.
“Ini salah satu keunggulan dialisis CAPD ini. Jadi pada CAPD itu tidak dilakukan tusukan seperti pada HD. Tusukan hanya satu kali saja saat dilakukan operasi pemasangan selang kateter tenckhoff namanya. Jadi selangnya itu mirip selang infus itu saja, tapi lebih besar dan memang desainnya khusus dan pemasangannya itu melalui satu operasi, bukan operasi besar. Jika sudah terpasang ya sudah tidak ada lagi ditusuk, nanti pergantian cairan lewat selang itu seperti ganti cairan infus saja. Kita tinggal pasang itu nanti didiamkan setelah 6 jam nanti dikeluarkan, jadi tidak ada penusukan,” tambah Dr. dr. Wachid.
Selanjutnya kelebihan CAPD yang lain yaitu untuk pasien yang memiliki hobi makan maka bisa lebih bebas makan. CAPD ibaratnya dilakukan dialisis setiap hari, sedangkan HD hanya dilakukan 3 hari sekali atau seminggu dua kali. CAPD ini dilakukan setiap hari maka pola makan bisa lebih bebas.
“CAPD pola makannya lebih bebas dibandingkan dengan HD. Bahkan kebutuhan proteinnya pun lebih tinggi, disarankan lebih tinggi. Buah-buahan mungkin juga akan lebih bebas dibandingkan dengan HD karena ibaratnya kan itu dialisis atau dicuci setiap hari sehingga kadar kaliumnya akan cenderung rendah. Jadi, sudah tidak terlalu ketat lagi untuk pola makan buah-buahan. Jeruk itu boleh karena justru untuk mencegah supaya tidak terjadi hipokalemi. Biasanya kan buah tidak boleh karena kadar kaliumnya yang tinggi, pada pasien CAPD itu boleh karena itu terdialisis setiap hari justru untuk mengurangi risiko hipokalemi,” tutur Dr. dr. Wachid.
Kemudian, untuk yang masih bekerja aktif tidak akan kehilangan waktu, karena CAPD ini bisa dilakukan sembari bekerja. Untuk pasien dengan gangguan jantung seperti gangguan irama jantung dengan daya pompa jantung yang lemah tidak masalah jika menggunakan CAPD, karena CAPD ini tidak akan terjadi drop karena tensi yang rendah. Bahkan dengan tensi yang rendah pun tidak masalah karena tidak ada pengeluaran darah.
Selain itu, keuntungan yang lainnya yaitu pada risiko penularan infeksi. Pada HD terkadang masih ada risiko penularan infeksi, sedangkan pada CAPD tidak terjadi penularan infeksi karena cairannya sendiri tidak ada pertukaran dengan orang lain, tidak ada pergantian mesin meskipun pada HD sudah sangat berhati-hati supaya tidak terjadi risiko infeksi. Tetapi pada CAPD lebih rendah lagi risiko terjadinya infeksi.
Kekurangan CAPD
Dr. dr. Wachid juga menjelaskan kekurangan dari CAPD ini yaitu terkadang terjadi infeksi pada dinding-dinding kulit perut tetapi bisa diatasi atau bisa dicegah dengan melakukan training bagaimana cara mencegah supaya tidak terjadi infeksi sehingga risiko infeksinya jadi akan kecil kekurangannya.
“Kekurangannya ya kadang-kadang aja terjadi infeksi pada dinding-dinding kulit perutnya, itu bisa diatasi, bisa dicegah dengan melakukan edukasi atau training bagaimana cara mencegah supaya tidak terjadi infeksi sehingga risiko infeksinya jadi kecil. Kelebihannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kekurangannya,” pungkas Dr. dr. Wachid.
Syarat-Syarat Proses CAPD
Dr. dr. Wachid menjelaskan apa saja syarat-syarat dalam proses pergantian cairan supaya tidak terjadi infeksi atau komplikasi yang diberikan selama training. Jadi pada saat pergantian cairan itu harus memakai masker, kemudian kipas angin atau AC harus dimatikan, kemudian cuci tangan sebelum melakukan pergantian cairan. Cuci tangan dilakukan sesuai dengan WHO yaitu ada 6 langkah cuci tangan. Pergantian cairan tidak harus memerlukan ruangan yang steril seperti ruang operasi, cukup dengan ruangan tersendiri yang kosong dan tidak ada orang lain.
“Pasien yang tidak boleh dilakukan CAPD atau kontraindikasi yaitu satu, pernah operasi di daerah perut. Itu memang kontraindikasi, misal dulunya pernah peritonitis, operasi di daerah perut, operasi besar itu memang tidak boleh. Kedua, orang-orang yang mempunyai hernia atau ketedun. Itu memang juga kontraindikasi. Ketiga, pada orang yang obesitas atau kegemukan karena pada kegemukan memiliki lemak yang tebal sehingga terkadang menutup selang tenckhoffnya. Tetapi itu termasuk kontraindikasi yang relatif. Artinya relatif itu masih boleh. Kalau yang absolut itu betul-betul tidak boleh dilakukan adalah ada riwayat operasi besar di dinding perut,” tambah Dr. dr. Wachid.
CAPD semakin dikenal sebagai alternatif yang efektif dan efisien bagi pasien dengan gagal ginjal kronis, karena memberikan kemudahan dalam perawatan harian tanpa harus bolak-balik ke rumah sakit untuk hemodialisis. Dengan penanganan yang tepat, pasien dapat mempertahankan kualitas hidup dan kemandirian yang lebih baik.
Humas UNS