Siaran Pers
Sabtu, 12 Februari 2022
UNS – Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka penderita penyakit jantung semakin meningkat di setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengenali penyakit jantung bawaan yang dialaminya.
Mengenai penyakit jantung, dr. Risalina Myrtha, Sp.JP., Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menjelaskan mengenai kelainan jantung bawaan pada Live Streaming Instagram @rumahsakituns dan YouTube Rumah Sakit UNS dalam rangka memperingati pekan peduli kelainan jantung bawaan pada Jumat (11/2/2022). Kelainan jantung bawaan adalah suatu kondisi kelainan struktural atau fungsional jantung yang dimiliki sejak lahir.
Kelainan jantung bawaan ada berbagai macam tergantung jenis kelainan yang terjadi. Secara umum, kelainan jantung bawaan bisa dibagi menjadi kelainan jantung bawaan kritis dan non kritis. Kelainan jantung bawaan kritis ini memerlukan intervensi segera dalam bulan pertama hingga tahun pertama kehidupan supaya dapat bertahan. Sedangkan kelainan yang non kritis dibagi menjadi kelainan yang secara klinis signifikan dan non-signifikan. Salah satu contoh kelainan jantung bawaan kritis adalah adanya hambatan keluar dari jantung yang signifikan keluar seperti tricuspid atresia, koarctasio aorta, dan Hypoplastic Left Heart Syndrome (HLHS). Sedangkan Atrial Septal Defect (ASD) dan Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan contoh kelainan jantung bawaan non kritis. Klasifikasi lainnya dibagi menjadi kelainan yang menyebabkan sianosis (biru) dan tidak biru.
Mengenai apakah penyakit atau kelainan jantung bawaan ini dapat dilihat sejak usia dini, narasumber lain dr. Maria Galuh K. S, Sp. A, M. Kes, Dokter Spesialis Anak RS UNS mengatakan kelainan jantung bawaan itu bisa terjadi sejak lahir, bahkan ketika seseorang itu memeriksakan kandungannya bisa terdeteksi saat Ultrasonografi (USG). Gejala yang ditimbulkan jika memang itu sejak lahir bisa dengan nafas terengah-engah saat sedang disusui dan rasa kurang nyaman sehingga sering berhenti. “Namun jangan ketika bayi terengah-engah pasti penyakit jantung, tetap perlu dikaji dlu penyebabnya. Intinya hal itu merupakan salah satu gejala yang harus kita perhatikan. Selain itu, kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan rekomendasi atau istilah kekiniannya BB seret dan gagal tumbuh dapat merupakan salah satu akibat adanya kelainan jantung ,” ungkap dr. Galuh.
Ditemui juga dalam praktek klinis, gejala lainnya adalah seringnya batuk pilek berulang, radang berulang yang mana setelah disingkirkan alergi dan dilakukan pemeriksaan ternyata adalah penyakit jantung bawaan, memang gejalanya bisa bermacam-macam.
Penyebab atau faktor resiko kelainan jantung bawaan sebetulnya seringkali tidak diketahui pada 90% kasus. Tapi ada beberapa penyebab atau faktor risiko kelainan jantung bawaan, antara lain faktor genetik. Faktor risiko lain yang juga dikaitkan dengan kejadian kelainan jantung bawaan ialah Ibu yang menderita diabetes mellitus atau sakit gula, mengonsumsi alkohol dan rokok, dan penggunaan beberapa jenis obat-obatan saat hamil, misalnya lithium, yang digunakan sebagai terapi gangguan jiwa.
Paparan asap rokok seringkali tidak disadari juga menyebabkan kelainan jantung bawaan. Banyak jurnal yang menyebutkan bahwa nikotin dapat menurunkan kadar oksigen hingga 30-40% sehingga dapat mengganggu penyerapan zat gizi penting seperti kalsium, vitamin, mineral, dll yang dapat mempengaruhi proses pembentukan anatomi jantung, terutama pada trimester pertama kehamilan, sedangkan pada bayi/anak yg lebih besar dapat menyebabkan BB seret dan menjadi stunting dikemudian hari karena nikotin jg berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tulang.
Selain infeksi sepsis, kelainan jantung bawaan kritis ini merupakan salah satu penyebab terbanyak kematian bayi baru lahir. Kelainan jantung bawaan kritis sebetulnya bisa dideteksi dengan menggunakan skrining oksimetri pada bayi berumur 24-48 jam pada tangan kanan dan kaki. Beberapa kasus tidak ada gejala dan seringkali baru terdeteksi pada usia dewasa. “Seringkali penderita kelainan jantung bawaan baru diketahui saat sedang hamil, baru ditemukan ada gejala dan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi ternyata ada ASD yang tekanan parunya sudah tinggi. Memang perjalanan klinisnya pada usia 30-40an sudah terjadi peningkatan tekanan paru, sehingga seringkali baru ketahuan di usia tersebut,” jelas dr. Myrtha.
dr. Galuh menambahkan, gejala penyakit jantung bawaan itu memang ada yang bisa diketahui di awal saat bayi. Misalnya bayi lahir tidak langsung menangis, atau mungkin ada sesak yang berlebihan. Tetapi justru banyak penyakit jantung bawaan itu tidak bisa dideteksi di awal lahir. Jika kelahiran itu prematur langsung dilakukan pemeriksaan dari awal, baik itu rontgen atau ekokardiografi. Karena tidak selalu penyakit jantung bawaan berupa lubang atau kelainan sekat itu terdengar pada saat pemeriksaan seorang Dokter.
Terapi dan pengobatan penyakit jantung bawaan tergantung dengan jenis kelainan yang dialami. Memang ada beberapa kasus lubang yang ukurannya kecil bisa menutup pada usia tertentu, namun jika belum tertutup dengan sendirinya bisa melalui bedah atau intervensi non-bedah dipasang seperti payung untuk menutup lubang tersebut. Terapi bedah atau non-bedah, tergantung pada jenis kelainannya dan mungkin diperlukan pemeriksaan lanjutan lagi selain ekokardiografi dada, seperti ekokardiografi melalui mulut (ekokardiografi transesofageal), CT scan, maupun MRI.
Seorang anak yang sudah didiagnosis memiliki kelainan jantung bawaan tentunya harus tetap dipantau mengenai gejalanya, semakin memberat atau tidak, bagaimana kepatuhan minum obatnya, dan terapinya seperti apa. Ada beberapa kelainan jantung yang diawal hanya memerlukan obat oral untuk meringankan gejala yang dialami, namun yang paling utama harus mantau bagaimana tumbuh kembangnya. Paling mudah adalah pemantauan berat badan dan tinggi badan secara mandiri dan perhatikan pada grafik atau melalui aplikasi PrimaKu dari www.idai.or.id, apabila memang didapatkan penambahannya tidak sesuai, maka harus kontrol rutin untuk mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Imunisasi yang diterima anak dengan kelainan jantung bawaan sama dengan anak-anak lainnya yang tidak memiliki kelainan jantung bawaan. Namun, yang perlu diperhatikan kondisinya saat menerima imunisasi tersebut. Kalau sedang bergejala berat, sebaiknya ditunda dulu menerima imunisasi yang virus hidup seperti BCG, polio, Measles and Rubella (MR), vaksin varicella, dan Japanese Encephalitis (JE).
Humas UNS
https://uns.ac.id/
https://www.instagram.com/uns.official/
https://twitter.com/11MaretUniv
https://www.facebook.com/UNSOfficial/