Kemarin akun BPJS Kesehatan merilis sebaran berikut ini. Isinya tentang penerapan Permenkes 4/2017 sebagai revisi kedua terhadap Permenkes 52/2016. Bagian yang paling menjadi perhatian adalah tentang selisih dan tambahan biaya bila naik kelas di atas hak kelas peserta JKN. Klausul pertama, untuk naik kelas di rawat jalan, yaitu layanan Rawat Jalan (Rajal) Eksekutif bagi peserta JKN.
Sesuai Permenkes 11/2015, RS dapat membuka Rajal Eksekutif. Sempat dianggap sebagai langkah diskriminatif, tetapi sebenarnya ini justru usaha menjawab kebutuhan peserta JKN. Tidak sedikit peserta yang menghendaki layanan tersebut dan memang sanggup membiayainya.
Prinsip utama Rajal Eksekutif adalah tidak boleh mengurangi volume dan akses layanan rajal reguler. Untuk itu ada serangkaian syarat yang harus dipenuhi sebelum membuka Rajal Eksekutif. Untuk mendapatkan layanan ini, peserta JKN tetap mengikuti alur rujukan berjenjang. Kemudian terhadap setiap episode layanan yang diterima, peserta diharuskan membayar tambahan biaya secara prinsip co-payment. Besaran tambahan itu bersifat tetap untuk semua kasus, dan dibatasi maksimal sebesar 250 ribu rupiah. RS wajib memberitahukan sejak awal besaran tambahan biaya tersebut kepada peserta JKN yang menghendaki layanan rajal eksekutif.
Klausul kedua adalah untuk naik kelas rawat inap (ranap). Untuk naik sampai ke kelas 1, baik dari kelas 2 maupun kelas 3, berlaku prinsip co-insurance yaitu selisih antara tarif INA-CBGs kelas yang ditempati dengan kelas yang menjadi haknya. Hal ini sudah berlaku sejak Pemenkes 28/2014 lalu.
Sedangkan untuk klausul naik kelas ranap ke kelas VIP, diatur secara khusus. Sampai terakhir dengan Permenkes 24/2016 tentang Standar Teknis RS, belum ada rincian aturan baku tentang seperti apa standar kelas VIP. Dalam Permenkes 4/2017 ditetapkan bahwa kelas VIP adalah satu tingkat di atas kelas 1 dengan 1 pasien di setiap kamar. Terhadap peserta yang menghendaki naik kelas ke VIP, akan berlalu klausul TAMBAHAN BIAYA (co-insurance). Pengaturannya bahwa RS menetapkan besaran tambahan biaya tersebut secara tetap untuk semua kasus dengan batasan maksimal sebesar 75% terhadap tarif INA-CBGs kelas 1. Sama dengan Rajal Eksekutif, RS harus memberitahukan sejak awal tentang tambahan biaya ini kepada pasien. Jadi sudah tidak lagi tergantung pada berapa tarif RS untuk VIP. Acuannya adalah tarif INA-CBGs kelas 1 yang ditetapkan oleh Menkes.
Untuk naik kelas ke atas VIP, masih berlaku prinsip Balance-billing. Artinya, kewajban peserta adalah membayar SELISIH antara tarif RS untuk kelas yang ditempati dengan tarif INA-CBGs pada kelas yang menjadi hak peserta. Hal ini sebagaimana yang berlaku untuk kelas VIP selama ini. Dalam hal inilah, masih tergantung pada berapa tarif RS untuk kelas di atas VIP tersebut.
Penetapan besaran tambahan biaya dilakukan oleh Direktur/Kepala RS, Pemda atau Pemilik RS sesuai jenis RS masing-masing berdasarkan Permenkes 85/2015 tentang Pola Tarif RS. Dalam menetapkannya tentu saja RS perlu berhitung secara cermat agar satu sisi memenuhi perhitungan unit cost (hospital-based rate) sekaligus bercermin tentang kondisi kamar VIP nya agar tetap kompetitif. Ke depan, Kemenkes mengharapkan segera dapat menerbitkan standar teknis kelas rawat agar dapat menjadi acuan bersama. Arah ke depan, setelah standar teknis sama, maka masyarakat menjadi lebih jelas pula dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Adanya ketentuan tambahan biaya secara tetap ini, memberikan kepastian bagi masyarakat. Selama ini, ada keluhan bahwa peserta merasa tidak pernah pasti harus membayar tambahan berapa ketika naik kelas ke VIP. Sekarang, semua bisa dipastikan yaitu sekian persen terhadap tarif INA-CBGs kelas 1. Tidak lagi tergantung pada berapa tarif RS untuk layanan VIP. Dengan ketentuan ini pula, maka ketika naik kelas ke VIP, tidak ada lagi perincian biaya dari RS kepada pasien. Rinciannnya hanya menyatakan bahwa diagnosisnya mendapatkan tarif INA-CBGs kelas 1 sekian rupiah, kemudian besaran tambahan biaya sekian persen terhadap tarif INA-CBGs kelas 1 tersebut.
Ada lagi yang bertanya: lha berarti RS untung dong selalu dapat tambahan biaya? Tidak demikian. Sebenarnya selisih antara tarif RS dengan tarif INA-CGs kelas 1 itu tidak selalu tetap sekian persen. Ada kalanya besar sekali, melebihi 75%. Maka dalam hal ini, ada mekanisme juga subsidi silang antara kasus dengan selisih tinggi, dan kasus dengan selisih rendah. Maka untuk menetapkan besaran tambahan itu, RS akan berhitung berbasis rata-rata persentase urun biaya selama ini ketika pasien naik ke kelas VIP. Dari rata-rata itu, akan dapat diperhitungkan besaran tambahan biaya yang paling kompetitif tentunya.
Di samping bercermin terhadap kondisi kamar VIP masing-masing, RS juga tentu saja harus memperhatikan kemampuan bayar (ability to pay) masyarakat sekitar. Bagaimana dengan tarif kamar di atas VIP? Dalam hal ini lah ada pengaturan di Permenkes 85/2015 bahwa setelah Menkes menetapkan Pagu Nasional, ada pula Pagu Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur untuk seluruh RS di wilayahnya. Dalam menetapkanya Gubernur memperhatikan keberlangsungan RS di satu sisi dan kondisi masyarakat di wilayahnya. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan. Ketentuan tambahan biaya ini berlaku sejak 1 Februari 2017 dan akan ditinjau kembali paling lambat 1 tahun mendatang. Direncanakan pada 1 Januari 2018 sudah ada standar tarif baru, dengan standar teknis ruang ranap lebih terperinci, dan pengaturan baru juga tentang kewajiban pembayaran Tambahan Biaya. Dengan menyadari pengaturan tersebut, maka mari bersama-sama berpegang untuk mengawalnya di lapangan.
#SalamKawalJKN
Penulis :
Tonang Dwi Ardyanto, dr., SpPK, PhD
Wakil Direktur Pelayanan dan Diklit RS UNS
Sumber : kompasiana