Baru-baru ini dikabarkan terdapat perbedaan gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang ditemukan di Kota Bandung. Dinas Kesehatan Kota Bandung menyebut bahwa mayoritas kasus DBD di Kota Bandung tidak menunjukkan gejala spesifik, seperti bintik merah, namun ditandai dengan demam yang tidak kunjung sembuh. Hal itu dikhawatirkan, masyarakat tidak cepat tanggap akan demam berdarah karena menganggap kondisinya sebagai gejala flu biasa. Lantas, bagaimana pendapat dokter mengenai temuan kasus ini? Dokter spesialis penyakit dalam dr. Berty Denny Hermawati, Sp. PD mengatakan bahwa tidak ada perbedaan mengenai gejala demam berdarah dulu dan sekarang. “Sepengetahuan saya berdasar sumber- sumber ilmiah dan jurnal terkait, tidak menyebutkan adanya gejala DBD yang berbeda dibanding sebelumnya,” ujar dokter Berty kepada Kompas.com, Jumat (27/3/2024). Berty kemudian menjelaskan, gejala klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik (tanpa gejala) dan simtomatik (bergejala). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), demam berdarah dengue saat ini didefiniskan menjadi empat kriteria, berikut: Demam akut atau riwayat demam yang berlangsung selama 2–7 hari Adanya gejala hemoragik (pendarahan) Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari100.000/mm3) Bukti peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Karena itu, temuan kasus demam berdarah di Kota Bandung adalah hal yang wajar, mengingat tidak semua kejadian DBD menunjukkan tanda-tanda atau gejala yang kompleks. Namun umumnya, demam berdarah ditandai dengan adanya kondisi flu-like syndrome, demam mendadak tinggi, mialgia (nyeri otot) , artralgia (nyeri sendi), nyeri retro-orbital (nyeri di belakang mata), terdapat ruam, mimisan, gusi berdarah, limfadenopati, trombositopenia, leukopenia, peningkatan hematokrit, hipoalbuminemia, diatesis hemoragik, hingga syok dan kematian. Fase demam pada penderita DBD bisa berlangsung selama 2-7 hari, tetapi umumnya terjadi selama tiga hari. Kemudian diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari (demam hari 4-6), dan fase pemulihan (fase reabsorpsiatau fase konvalesen). Fase demam DBD tersebut mirip dengan kondisi klinis lain, seperti influenza, campak, cikungunya, infeksi menigokokus, manifestasi neurologis (misalnya meningoatau ensefalitis kejang demam), dan HIV. Karena gejala demam pada fase awal terjadinya DBD memiliki kemiripan dengan beberapa penyakit, diperlukan kewaspadaan dan perlunya berobat ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan fisik maupun laboratorium lebih lanjut supaya didapatkan diagnosis serta tatalaksana yang tepat. “Jika menderita demam 3 hari atau lebih, apalagi terdapat riwayat lingkungan terkena DBD, segera periksakan kondisi ke dokter,” kata dokter yang berpraktik di RS UNS tersebut. Dokter Berty juga memaparkan beberapa tanda bahaya pasien DBD yang perlu segera ditindaklanjuti di rumah sakit, yaitu syok, kejang, kesadaran menurun, pendarahan, muntah, hematokrit cenderung meningkat, nyeri perut hebat, gelisah, lemas disertai pusing, ujung kaki dan tangan terasa dingin, tampak pucat, dan basah, produksi urine sedikit, dan adanya faktor komorbid.
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta
Penulis
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Dokter Jelaskan Tidak Ada Perbedaan Gejala DBD Dahulu dan Sekarang”, Klik untuk baca: https://health.kompas.com/read/24C29172122868/dokter-jelaskan-tidak-ada-perbedaan-gejala-dbd-dahulu-dan-sekarang.