UNS-— Belakangan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali meningkat. Hal ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, bahkan sejak akhir tahun 2023 kemarin. Di Surakarta sendiri, sejak awal tahun sudah terdapat 32 kasus DBD dengan satu pasien meninggal dunia.
Demam berdarah disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang menggigit penderita yang lebih dahulu terinfeksi virus dengue dan nyamuk tersebut menjadi pembawa virus. Bila nyamuk tersebut menggigit orang lain, maka orang lain tersebut akan menderita demam berdarah. Oleh karena itu, demam berdarah tidak dapat menyebar dari orang ke orang.
DBD memang dapat menyerang siapapun, termasuk anak-anak yang tergolong cukup rentan terkena DBD. Dokter Spesialis Anak RS UNS, dr. Debby Andina Landiasari, Sp.A. menyebut, hal ini dikarenakan faktor lingkungan sekitar anak, serta daya tahan tubuh anak yang masih belum kuat.
“Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa faktor lingkungan menjadi salah satu sebab anak rentan terkena DBD. Karena memang daya tahan tubuh anak masih belum sekuat orang dewasa dan anak-anak cenderung sering berada di dalam ruangan. Nyamuk Aedes aegypti yang menjadi pembawa virus dengue sering berada di dalam ruangan terutama ruangan yang gelap dan lembab. Bagi anak yang sudah lebih besar, biasanya dapat terjangkit DBD saat bermain di lingkungan sekolah atau di taman. Karena nyamuk Aedes aegypti dapat terbang sejauh 200 meter dan menggigit anak-anak di cakupan lingkungan tersebut,” jelas Debby kepada uns.ac.id, Kamis (21/3/2024).
Terkait gejala DBD pada anak, dr. Debby menyebut gejala awal yang dapat dilihat adalah demam tinggi, sakit kepala, nyeri di belakang mata, otot, dan tulang, hingga muncul bintik-bintik merah pada tangan atau kaki. dr. Debby juga menambahkan beberapa gejala yang perlu segera diberi tindakan serius.
“Apabila anak mengalami demam tinggi dan sampai mengalami gejala seperti muntah, nyeri perut hebat, perdarahan, tidak bisa makan minum, Buang Air Kecil (BAK) berkurang maka orang tua harus segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat,” tambahnya.
Banyak terdapat kasus anak-anak terjangkit DBD yang akhirnya meninggal dunia. dr. Debby kemudian menjelaskan tentang fase atau siklus demam berdarah yang perlu diperhatikan orang tua agar anak segera mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.
“Fase demam berdarah disebut seperti ‘siklus pelana kuda’ dimana demam pada hari 1-3 merupakan fase demam. Demam pada hari 4-6 merupakan fase kritis dimana demam pada anak mulai turun. Demam pada hari 7-8 merupakan fase pemulihan. Pada fase kritis lah anak rentan mengalami perburukan gejala walaupun demam didapatkan turun. Gejala yang dapat timbul pada fase kritis yaitu perdarahan hebat, muntah dan nyeri perut hebat, serta dehidrasi. Apabila tidak segera ditangani maka anak dapat jatuh ke dalam kondisi syok. Dan syok yang tidak segera mendapat penanganan yang tepat akan berakibat kematian,” ujar dr. Debby.
Terakhir, dr. Debby memberikan cara atau langkah-langkah untuk mencegah anak terkena gigitan nyamuk Aedes Aegypti pembawa demam berdarah, diantaranya adalah dengan 3M Plus. Selain itu, pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dengue pada anak usia enam tahun ke atas.
“Pencegahan dapat dilakukan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yaitu menguras atau membersihkan penampungan air, menutup rapat penampungan air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-barang yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, dan plus pencegahan seperti fogging.
Demam berdarah juga bisa dicegah dengan pemberian imunisasi dengue pada anak usia 6 tahun ke atas,” pungkas dr. Debby. HUMAS UNS